Kulit Coklat Kini Lebih Digemari

Kulit Coklat Kini Lebih Digemari
Cantik itu berkulit putih. Begitulah ”edukasi” dari industri kecantikan di Indonesia. Namun belakangan, sebagian perempuan urban malah berusaha menggelapkan warna kulitnya. Sebuah pertarungan gagasan tentang cantik?

Untuk memperoleh warna kulit coklat itu, ada beragam cara tanning atau penggelapan warna kulit, mulai dari berjemur atau beraktivitas luar ruang, menggunakan tanning oil, spray, hingga menyelusup ke dalam mesin kapsul tanning bed. Ini seperti dilakukan Tania Nordina (21), perempuan Jakarta. Rabu (7/12/2011) pukul 12.00, Tania tiba di Lifespa Fitness di bilangan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Gadis berkulit kuning langsat itu terjadwal untuk menjalani tanning dengan mesin tanning bed.

Tanning bed menyerupai mesin yang digunakan Jake Sully (Sam Worthington) dalam film Avatar untuk mentransformasi diri menjadi avatar di Pandora. Di bagian dalam tanning bed, di seluruh permukaan sisi atas dan bawah terpasang semacam lampu neon yang memancarkan sinar ultraviolet dalam spektrum menyerupai sinar matahari.

Setelah menanggalkan pakaian dan memasang pelindung mata, Tania menyelusup ke tanning bed berdaya 6.800 watt lalu membiarkan sekujur tubuhnya ”terpanggang” selama 20 menit. ”Entah kenapa, belakangan di Jakarta, peminat tanning dengan mesin memang bertambah, pria ataupun perempuan. Padahal, kami tak pernah beriklan. Dibandingkan dengan berjemur di bawah matahari, dengan tanning bed warna coklatnya lebih rata,” kata Anita (42) dari Lifespa.

Tatang, juga dari Lifespa, mengungkapkan, semula tanning bed tersebut sejak 2006 disediakan untuk kalangan ekspatriat, anggota pusat kebugaran di Lifespa. Namun, belakangan peminatnya justru didominasi orang Indonesia.

Seusai tanning, Tania tampil baru. Kulitnya kini berwarna coklat berkilau. Pipinya bersemu jingga tanpa pulasan blush on. ”Mulai suka tanning begini dua tahun lalu, sejak sekolah di Monaco. Ternyata tanning bikin warna kulit tambah bagus. Sun-kissed look. Kadang aku tanning dengan mesin. Lebih sering berjemur dan pakai losion,” kata Tania, yang tak punya keturunan blasteran.

Dengan alasan kesehatan, Khairiyyah Sari (35), konsultan penampilan dan etiket, memilih tanning secara alami dengan berjemur. Untuk meraih intensitas warna coklat-jingga keemasan, Sari mengoleskan tanning oil atau tanning lotion di sekujur tubuhnya. Tanning lotion atau oil serta make-up bernuansa tan kini kian mudah diperoleh di sejumlah toko perlengkapan kecantikan di Jakarta. ”Hasilnya jadi lebih bersinar, coklat oranye keemasan, bukan coklat dekil,” kata Sari, yang berdarah Sunda-Jawa dan aslinya berkulit kuning langsat.

Rajin berjemur juga dijalani Nadine Alexandra Dewi Ames (20), mantan Puteri Indonesia 2010. Sebelum berangkat ke ajang Miss Universe 2011, Nadine menggelapkan kulitnya dengan berjemur di tepi kolam renang di berbagai hotel serta mengoleskan tanning lotion. Padahal, warna kulit asli gadis berdarah Jawa dan Inggris ini sebenarnya sudah cenderung sawo matang, tetapi dia justru ingin lebih gelap. ”Sun-kissed look terlihat segar, sehat,” ujar Nadine.

Mega Angkasa dari Yayasan Puteri Indonesia mengungkapkan, sejak tahun lalu, atas saran konsultan asal Amerika Serikat, Puteri Indonesia yang dikirim ke ajang Miss Universe memang diimbau untuk tampil dengan kulit kecoklatan. Dalam ajang itu, persepsi dunia Barat tentang cantik memang mendominasi. Perempuan yang dianggap cantik justru berkulit tan. Ini seperti tersurat dalam lagu bossa nova dari Astrud Gilberto, ”The Girl from Ipanema”. ...Tall and tan and young and lovely, the girl from Ipanema goes walking....

Pertarungan
Menurut Tommy F Awuy, pengajar Filsafat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, persepsi kecantikan perempuan senantiasa terus bertarung dalam pendefinisian. Entah itu definisi versi kultur dominan yang cenderung patriarki, versi industri, hingga agama. Pada era konsumsi, industri kecantikan dengan kekuatan modalnya terus bergerilya menguatkan definisi cantik versinya hingga masyarakat kompak mengidap beauty industrial complex. Tommy menambahkan, hal itu terjadi ketika definisi cantik versi industri diterima kuat sebagai realitas. Jika tak mengikutinya, perempuan dianggap terlempar dari kategori cantik.

Ketika sebagian perempuan urban ”paranoid” menjadi gelap kulitnya akibat terpapar sinar matahari, segelintir lainnya justru tak ragu memeluk matahari. Agni Pratistha (23), Denada (33), dan Nadine Chandrawinata (27), adalah sebagian selebriti Indonesia yang gemar bermandi sinar matahari. ”Aku doyan beraktivitas di luar, embracing the sun. Enak, hangat. Kulit tambah hitam enggak apa,” ujar Denada, yang seperti Nadine juga gemar menyelam di laut.

Tommy berpandangan, persepsi berkulit putih lebih unggul boleh jadi berhubungan dengan paham evolusi. ”Yang berkulit putih dianggap berevolusi dengan baik, membentuk tulang, daging, dan kulit yang sempurna, sedangkan yang hitam tidak. Industri kecantikan mengacu pemikiran seperti itu, tercermin dari iklan pemutih yang menunjukkan proses ”evolusi” dari kulit hitam jadi putih,” ujar Tommy.

Agni Pratistha tak terjebak dalam ”doktrin” itu. Gadis ini sedang gandrung olahraga lari di luar ruang. Agni sengaja membiarkan dirinya berlari tanpa topi atau baju tertutup. Kulitnya yang semula putih jadi menggelap.

Pilihan sikap memang bisa saja mencerminkan perlawanan, seperti tersirat dari ucapan gadis muda belia ini. ”Persepsi kecantikan yang dihubungkan dengan warna kulit putih sudah enggak relevan,” kata pelaku tanning, Tania Nordina. (female.kompas.com)



No comments: